DPP LDII menerapkan karakter luhur pada satuan pendidikan dalam merintis Sekolah Aman, Nyaman, dan Menyenangkan (SANM). Hal ini dilakukan pada Pelatihan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK), Sabtu (24/5) di Pondok Pesantren Wali Barokah, Kediri.
Pengurus Departemen Pengabdian Masyarakat (Penamas) DPP LDII, Thonang Effendi menyampaikan bahwa pembentukan karakter bisa menjadi pondasi terciptanya lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, dan menyenangkan. Ia menjelaskan bahwa karakter bukanlah bawaan semata, tetapi hasil dari proses pembiasaan yang dimulai sejak dini melalui lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ia mencontohkan pentingnya teladan dari lingkungan sekitar dalam membentuk respons anak terhadap berbagai situasi. “Karakter adalah sesuatu yang melandasi perilaku seseorang. Ia terbentuk dari nilai-nilai yang diinternalisasi secara konsisten dalam keseharian,” jelas Thonang.
Mengacu pada teori “Iceberg Model” dari Spencer and Spencer, Thonang menjelaskan bahwa perilaku yang tampak hanyalah puncak dari gunung es, sementara karakter yang mendasari perilaku itu tersembunyi namun sangat menentukan.
Thonang juga memperkenalkan konsep 29 karakter luhur yang diterapkan dalam lingkungan pendidikan, mencakup relasi dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan bangsa. Pembentukan karakter ini menurutnya melibatkan tiga aspek yakni pengetahuan nilai (moral knowing), rasa terhadap nilai (moral feeling), dan aksi nyata dari nilai (moral action).
“Karakter yang kuat lahir dari proses pengajaran, penanaman rasa, dan pembiasaan. Tiga hal ini harus terintegrasi dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan, baik formal di kelas, kegiatan pondok, maupun kehidupan sehari-hari,” ujarnya.
Thonang mendorong satuan pendidikan agar mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam kurikulum dan kegiatan sekolah. Ia mencontohkan keberadaan buku ajar khusus untuk mengimplementasikan 29 karakter luhur sebagai langkah strategis dalam pendidikan karakter di salah satu lembaga pendidikan.
Ia pun menekankan pentingnya sistem dalam pembentukan karakter. “Ketika sistem terbentuk, siapapun pelaksananya, proses pembentukan karakter akan tetap berjalan,” katanya. Sistem ini melibatkan kebijakan, sumber daya, lingkungan, serta komitmen dari seluruh pemangku (stakeholders) pendidikan.
Sudah bukan zamannya lagi kekerasan berbicara… Pelaku Pasti akan tersingkir dari lingkungan yg baik ..
Sudah saatnya semua sadar bahwa karakter luhur akan membawa keluhuran pribadi.