Nganjuk – Kapoksahli Pangdam V/Brawijaya, Brigjen TNI Singgih Pambudi Arianto mengunjungi Pondok Pesantren Al-Ubaidah, Kertosono, Nganjuk, Jumat (14/11). Kunjungan tersebut dilakukan dalam rangka memberikan wawasan kebangsaan kepada para santri dan pengurus pondok pesantren, sekaligus menanamkan nilai toleransi di tengah keberagaman budaya dan latar belakang.
Dalam paparannya, Brigjen Singgih menekankan bahwa keberagaman merupakan salah satu kekuatan terbesar bangsa Indonesia. Menurutnya, perbedaan suku, budaya, bahasa, dan agama bukanlah pemicu perpecahan, melainkan modal penting untuk memperkuat persatuan.
“Kondisi keberagaman ini terlihat jelas pada anak muda dari berbagai pelosok Nusantara, yang datang dengan semangat yang sama, yaitu menuntut ilmu. Semangat ini merupakan bagian dari solusi terhadap krisis kebangsaan yang kita hadapi saat ini,” ujarnya. Ia menegaskan bahwa keberagaman bukan hanya soal identitas, tetapi juga sumber inspirasi bagi generasi muda untuk belajar, berkolaborasi, dan berkontribusi bagi kemajuan bangsa.
Brigjen Singgih menekankan bahwa kualitas pendidikan akan optimal jika disertai kemampuan generasi muda untuk bersosialisasi, memahami perbedaan, dan membangun kerja sama. Dengan kemampuan beradaptasi yang baik, mereka tidak hanya akan sukses secara pribadi, tetapi juga mampu memberi kontribusi nyata bagi persatuan dan kemajuan bangsa.
“Moderasi beragama menjadi kunci utama. Kesadaran menjalankan ajaran agama secara mendalam dan menghargai ajaran agama lain akan membentuk santri yang toleran. Sikap toleran harus dibangun sejak dini agar para santri mampu beradaptasi di tengah keberagaman,” ujarnya.
Tak hanya itu, Brigjen Singgih memberikan pesan khusus agar para santri tetap istiqomah saat kembali ke masyarakat. “Istiqomah adalah hal yang paling berat. Konsistensi dalam menjalankan nilai-nilai yang diperoleh di pesantren tidak selalu mudah. Namun, dengan mengingat petuah dan pesan dari para pengasuh, insyaallah santri bisa tetap istiqomah dan tidak terpengaruh budaya yang tidak sesuai dengan nilai pesantren,” pungkasnya.
Sementara itu, pengasuh Pondok Pesantren Al-Ubaidah Kertosono, Nganjuk, Habib Ubaidillah Al Hasany, menjelaskan secara mendalam bagaimana pesantren membentuk karakter santri agar mencintai tanah air dan memahami nilai-nilai Pancasila.
Ia menekankan bahwa pembentukan karakter santri tidak hanya berkaitan dengan pemahaman teori, tetapi juga praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari. Melalui materi yang diajarkan, pesantren mendorong santri untuk berkontribusi nyata bagi masyarakat, baik melalui kegiatan sosial, pengabdian, maupun penerapan ilmu yang mereka pelajari. Para santri diharapkan mampu mengamalkan ilmu agama sekaligus ilmu sosial agar manfaatnya dirasakan secara langsung oleh lingkungan sekitar.
Selain itu, Habib Ubaidillah menekankan pentingnya kesiapan santri di era digital, di mana informasi negatif dan hoaks mudah tersebar. Untuk itu, pesantren membekali santri agar lebih cerdas, kritis, dan bijak dalam menyaring setiap informasi yang diterima.
“Kami memberikan pembekalan dan nasihat, sekaligus mencontohkan berbagai fenomena yang muncul di media, baik yang positif maupun negatif. Tujuannya agar santri mampu meneladani hal-hal yang positif, menghindari hal negatif, dan memiliki kesadaran akan konsekuensi dari setiap tindakan, baik di dunia maupun di akhirat,” tambahnya.
Pembekalan dari Pangdam Brawijaya dianggap sebagai wujud sinergi penting antara institusi TNI dan pesantren. Kegiatan ini tidak hanya memenuhi kewajiban formal, tetapi juga memberikan manfaat bagi pembinaan karakter santri.
“Pembekalan dari Kodam sebaiknya tidak hanya dilakukan sekali. Ke depan, materi yang disampaikan perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi terkini, agar santri memperoleh wawasan kebangsaan yang relevan dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Dengan sinergi antara pesantren dan TNI, kami berharap para santri semakin siap menjadi generasi yang berakhlak, cerdas, dan peduli terhadap bangsa,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua DPW LDII Jawa Timur Moch Amrodji Konawi yang turut mengikuti acara tersebut menekankan pentingnya pembekalan terkait wawasan kebangsaan bagi para santri. Menurutnya, Indonesia adalah negara yang majemuk, di mana para santri kelak akan terjun ke masyarakat dan menghadapi perbedaan budaya, bahasa, bahkan agama.
“Untuk itu, pembekalan wawasan kebangsaan sangat diperlukan agar santri memiliki persepsi yang sama sebagai bagian dari bangsa Indonesia, dengan semangat menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dakwah yang sejuk juga menjadi penting agar tidak terjadi gesekan satu sama lain,” ujarnya.
Ia menambahkan, meskipun para santri datang dari berbagai latar belakang budaya, pondok pesantren menjadi tempat yang menyatukan mereka melalui pendidikan agama Islam. “Dari sisi bahasa maupun perilaku, mereka berbeda-beda. Namun dengan tinggal di pesantren, menerima ajaran Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW, dan kemudian menyebarkannya ke masyarakat, para santri belajar untuk menerima perbedaan sebagai sesuatu yang wajar. Hal ini menjadi keniscayaan di Indonesia, di mana perbedaan adalah bagian dari kehidupan sehari-hari,” jelasnya.
Amrodji juga menegaskan peran LDII dalam mendorong pendidikan karakter santri agar cinta tanah air dan memahami Pancasila. “Kami selalu menghadirkan berbagai komponen bangsa ke pondok pesantren, mulai dari unsur TNI, Polri, MUI, Kejaksaan Negeri, hingga Kemenag. Tujuannya agar para santri mendapatkan wawasan yang luas dan mampu memahami kondisi Indonesia secara nyata. Semakin banyak komponen yang mereka kenal, semakin kuat kesadaran mereka terhadap bangsa,” pungkasnya. (pid/sof/wid)













