KEDIRI — Pengurus Pondok Pesantren Wali Barokah dan DPD LDII Kota Kediri beraudiensi dengan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kediri, Kamis (2/10). Pertemuan tersebut membahas upaya peningkatan sinergi dalam membangun kesadaran hukum di lingkungan pesantren dan masyarakat luas.
Ketua Pondok Pesantren Wali Barokah, KH Sunarto, menegaskan pentingnya kolaborasi antara lembaga pendidikan keagamaan dengan aparat penegak hukum. Menurutnya, pemahaman hukum harus berjalan seiring dengan pendidikan agama agar generasi muda, khususnya santri, memiliki keseimbangan antara pengetahuan spiritual dan kedisiplinan sosial.
“Pemahaman hukum tidak kalah penting dibandingkan pendidikan agama, terutama bagi generasi muda di pesantren dan sekolah. Apalagi tantangan dekadensi moral saat ini semakin berat,” ujar KH Sunarto.
Ia menambahkan, pesantren selama ini bukan hanya menjadi tempat pendidikan agama, tetapi juga pusat pembinaan akhlak dan kesadaran sosial. Oleh karena itu, pihaknya menyambut baik kerja sama dengan Kejaksaan Negeri Kediri melalui program “Jaksa Masuk Pesantren”.
“Melalui audiensi ini, kami bermaksud mengundang Kejaksaan Kota Kediri untuk hadir dalam program Jaksa Masuk Pesantren sebagai agenda rutin tahunan di Ponpes Wali Barokah,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Kota Kediri, Andi Mirnawaty, mengapresiasi inisiatif Ponpes Wali Barokah dan LDII. Ia menjelaskan bahwa program Jaksa Masuk Pesantren merupakan bagian dari kegiatan edukasi hukum yang digagas Kejaksaan RI, dan telah berjalan di sejumlah daerah dengan hasil positif.
“Kami menyambut baik sinergi ini. Melalui program Jaksa Masuk Pesantren, kami ingin memperkuat kesadaran hukum di lingkungan pesantren. Santri diharapkan tidak hanya memahami ilmu agama, tetapi juga memiliki pengetahuan hukum yang memadai,” jelasnya.
Andi menambahkan, kehadiran jaksa di pesantren diharapkan dapat memberikan penyuluhan hukum yang ringan dan mudah dipahami, sehingga santri mampu menjadi pelopor dalam menjaga ketertiban dan ketaatan terhadap aturan.
“Kami ingin pesantren menjadi pusat pendidikan yang juga melek hukum. Santri harus bisa menjadi contoh dalam menciptakan masyarakat yang sadar aturan,” tandasnya.
Selain membahas program edukasi hukum, audiensi juga menyinggung berbagai isu sosial yang kerap muncul di masyarakat, termasuk aksi penyampaian aspirasi yang berpotensi anarkis. Andi menegaskan bahwa demonstrasi merupakan hak warga negara yang dijamin undang-undang, namun harus dilakukan dengan tertib dan sesuai aturan.
“Jika demo berubah menjadi anarkis, merusak fasilitas umum, dan mengganggu ketertiban, maka tindakan tersebut dapat diproses secara hukum pidana,” tegasnya.
Menanggapi hal itu, Ketua DPD LDII Kota Kediri, Agung Riyanto, menyatakan dukungan penuh terhadap kebebasan berpendapat yang dilakukan secara damai dan bertanggung jawab.
“Kami di LDII sepakat bahwa menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak yang dijamin undang-undang. Namun jika dilakukan dengan cara anarkis dan merusak fasilitas umum, itu sudah keluar dari koridor hukum,” ujarnya.
Ia menambahkan, LDII berkomitmen untuk terus mengedukasi masyarakat, terutama generasi muda, agar dapat menyalurkan aspirasi secara santun, damai, dan beradab.
“Kami ingin masyarakat, khususnya generasi muda, memahami bahwa aspirasi dapat disampaikan tanpa harus menimbulkan kerusakan atau kerugian bagi orang lain,” imbuhnya.
Pertemuan tersebut diakhiri dengan komitmen bersama antara Kejaksaan Negeri Kota Kediri, Ponpes Wali Barokah, dan DPD LDII Kota Kediri untuk memperkuat sinhukumergi dalam membangun masyarakat yang lebih tertib, berakhlak, dan sadar .
Rencananya, “Jaksa Masuk Pesantren” dilaksanakan di Ponpes Wali Barokah pada 15 Oktober 2025, dengan menghadirkan para jaksa sebagai narasumber edukasi hukum bagi para santri dan pengajar. (mzda/wid)