Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menegaskan bahwa Pancasila dan nilai-nilai Islam wasathiyah merupakan satu kesatuan yang saling menguatkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Keduanya menjadi fondasi penting dalam mewujudkan Indonesia yang berkeadaban dan berkeadilan.
Penegasan itu disampaikan Marjuki Al Jawiy, mewakili Ketua Umum PP Muhammadiyah KH Haedar Nashir, saat menjadi narasumber Sarasehan Kebangsaan LDII bertema “Nasionalisme Berkeadaban: Merawat Pancasila, Meneguhkan Islam Wasathiyah, Membangun Indonesia Berkeadilan”. Kegiatan tersebut berlangsung di Kantor DPP LDII, Jakarta, Selasa (16/12), secara hibrid dan disiarkan langsung melalui YouTube.
Marjuki yang juga menjabat Sekretaris Lembaga Pembinaan Haji dan Umrah (LPHU) PP Muhammadiyah menyampaikan, nilai-nilai keislaman yang berkembang di Indonesia sejatinya sejalan dengan Pancasila. Ia mencontohkan konsep berjamaah dalam Islam yang selaras dengan semangat kebangsaan.
“Berjamaah sering dipahami sebatas ibadah ritual. Padahal, dalam kehidupan sosial, ekonomi, hingga muamalah, semangat berjamaah juga harus diterapkan. Nilai ini sejalan dengan Pancasila,” ujarnya.
Ia pun mengapresiasi pilihan bangsa Indonesia menjadikan Pancasila sebagai dasar negara. Menurutnya, Indonesia adalah negara beragama, bukan negara agama, yang mampu merangkul seluruh elemen masyarakat.
“Negara beragama menghadirkan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan bersama, dengan Pancasila sebagai dasar bernegara,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Marjuki juga menyinggung kontribusi Muhammadiyah di bidang pendidikan. Ia mengungkapkan, jauh sebelum Muhammadiyah berdiri, KH Ahmad Dahlan telah merintis pendidikan modern yang memadukan ilmu agama dan ilmu umum.
“Konsep ini kemudian dikembangkan Muhammadiyah hingga lahir ribuan sekolah, ratusan perguruan tinggi, dan rumah sakit. Pendidikan adalah kunci kemajuan bangsa dan tidak semestinya dipolitisasi,” katanya.
Marjuki mengajak masyarakat untuk memandang organisasi kemasyarakatan secara lebih objektif dan adil. Menurutnya, sikap berpancasila seharusnya mendorong setiap pihak melihat kontribusi nyata ormas bagi bangsa.
Ia juga menyinggung Risalah Islam Berkemajuan hasil Muktamar ke-48 Muhammadiyah di Surakarta tahun 2022. Islam berkemajuan, kata dia, menegaskan Islam sebagai agama yang membawa pencerahan, kemajuan, dan melawan cara berpikir jumud.
“Tidak sedikit orang berilmu, tetapi masih terjebak pada pola pikir tertutup. Padahal, baik Pancasila maupun Islam sama-sama mendorong kemajuan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Marjuki menekankan pentingnya tauhid sebagai landasan dalam membangun kehidupan berbangsa. Menurutnya, tauhid harus tercermin dalam sikap inklusif, saling menghargai, dan menghormati perbedaan.
Ia pun mendorong LDII dan ormas Islam lainnya untuk terus melahirkan karya nyata melalui pendidikan, layanan kesehatan, dan kegiatan sosial. “Teruslah berbuat dan berinovasi. Ketika manfaatnya dirasakan masyarakat, kepercayaan akan tumbuh dengan sendirinya,” tuturnya.
Menutup paparannya, Marjuki menegaskan bahwa Pancasila dan Islam tidak cukup dipahami sebagai simbol, tetapi harus menjadi pola hidup. Ia kembali menguatkan pandangan Muhammadiyah bahwa Pancasila merupakan darul ahdi wa syahadah, hasil kesepakatan seluruh elemen bangsa.
“Umat Islam wajib membuktikan komitmen kebangsaannya melalui kerja nyata, inovasi, dan partisipasi aktif dalam membangun Indonesia,” pungkasnya. (cak/wid).












