Ketua Tanfidziyah PBNU KH Fahrur Rozi menegaskan bahwa pengamalan Pancasila merupakan bagian dari upaya umat beragama dalam menjalankan ajaran agamanya. Menurutnya, nilai-nilai Pancasila sejalan dengan ajaran agama dan menjadi pedoman bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Penegasan tersebut disampaikan KH Fahrur Rozi saat menjadi narasumber dalam Sarasehan Kebangsaan yang digelar DPP LDII di Jakarta, Selasa (16/12).
Ia menjelaskan, Islam sebagai agama mengatur aspek akidah dan syariah, yang mencakup hubungan manusia dengan Allah serta hubungan antarsesama. Sementara itu, Pancasila menjadi dasar negara yang memfasilitasi kehidupan bersama di tengah kemajemukan bangsa Indonesia.
“Penerimaan dan pengamalan Pancasila justru merupakan wujud ikhtiar umat Islam Indonesia dalam menjalankan syariat agamanya,” ujarnya.
Menurut Fahrur, Nahdlatul Ulama (NU) juga menegaskan bahwa Pancasila tidak bisa dipertentangkan dengan agama. Sejak awal berdirinya Republik Indonesia, NU telah menerima Pancasila sebagai dasar negara dan memandangnya sebagai nilai yang sejalan dengan ajaran Islam moderat.
Ia juga mengingatkan bahwa NU memiliki sejarah panjang dalam menjaga keutuhan bangsa, di antaranya melalui Resolusi Jihad yang menegaskan kewajiban bela negara. Dalam pandangan NU, Pancasila harus ditempatkan sebagai perekat persatuan dan pemersatu bangsa.
“Di NU tidak ada kamus melawan pemerintah. Mengkritik boleh, tetapi tidak dibenarkan menggulingkan pemerintahan yang sah. Yang selalu dikedepankan adalah nasionalisme,” kata Pengasuh Pondok Pesantren An-Nur 1 Malang itu.
Lebih lanjut, ia menilai Pancasila menjadi fondasi penting dalam menjaga stabilitas negara, sehingga umat beragama dapat menjalankan ajaran agamanya dengan aman, menegakkan keadilan, serta menumbuhkan nilai-nilai Islam wasathiyah.
Ia menjelaskan, Islam wasathiyah merupakan cara beragama yang moderat, tidak ekstrem, berkeadilan, menjaga keseimbangan antara kehidupan spiritual dan sosial, serta mengedepankan keteladanan dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam konteks kekinian, Fahrur menekankan pentingnya penguatan cinta tanah air yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Menurutnya, sikap saling merasa paling benar justru berpotensi memicu konflik, terlebih di tengah derasnya arus disinformasi.
“Agama bisa menjadi sangat sensitif jika tidak dilandasi dengan ilmu,” tegasnya.
Meneguhkan Islam wasathiyah, lanjut Fahrur, berarti membangun sikap saling memahami melalui dialog dan persaudaraan, bukan konflik. Keteladanan dan konsistensi dalam bersikap menjadi kunci menjaga harmoni di tengah masyarakat.
Ia menambahkan, empati kepada sesama manusia dan seluruh makhluk mencerminkan sikap patriotisme. Dengan demikian, Islam wasathiyah akan mengokohkan umat Islam sebagai umat yang moderat, berkeadilan, dan membawa rahmat bagi semesta. (cak/wid).
