DPP Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) mengingatkan pentingnya peran santri dan pondok pesantren dalam menjaga moral serta ketahanan bangsa di tengah perubahan zaman. Ketua Umum DPP LDII, KH Chriswanto Santoso, menegaskan bahwa Hari Santri Nasional (HSN) harus menjadi momentum refleksi untuk memperkuat pesantren sebagai pusat pendidikan karakter, kebangsaan, dan kemandirian umat.
“Santri bukan hanya penjaga nilai-nilai keagamaan, tetapi juga pelopor moral bangsa. Dalam sejarah Indonesia, para santri dan kiai telah menjadi bagian penting dari perjuangan kemerdekaan hingga pembangunan nasional,” ujar KH Chriswanto dalam keterangannya memperingati Hari Santri, Selasa (22/10).
KH Chriswanto menilai, Resolusi Jihad yang difatwakan KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 menjadi bukti nyata bahwa perjuangan santri tidak hanya berkutat pada urusan akhirat, tetapi juga pada upaya mempertahankan tanah air. Ia menegaskan, peringatan Hari Santri harus menjadi pengingat atas kontribusi besar pesantren dan para santri dalam sejarah bangsa.
Menanggapi berbagai sorotan publik terhadap pondok pesantren, KH Chriswanto mengajak masyarakat untuk tidak melakukan generalisasi yang merugikan dunia pendidikan Islam.
“Kita harus bisa membedakan antara kesalahan oknum dan marwah lembaga. Pesantren telah berjasa besar mencerdaskan bangsa, membentuk generasi berakhlak, dan menanamkan semangat cinta tanah air. Maka jangan sampai citra pesantren ternodai oleh segelintir pihak,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya penguatan tata kelola pesantren agar mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan jati diri keislaman.
“Kementerian Agama bersama ormas Islam perlu memperkuat pembinaan, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan pesantren. Dengan begitu, pesantren akan semakin dipercaya masyarakat sebagai lembaga pendidikan yang unggul dan berintegritas,” tambahnya.
KH Chriswanto mengingatkan bahwa santri masa kini harus siap menghadapi tantangan era digital dan globalisasi dengan tetap berpegang pada nilai-nilai akhlaqul karimah.
“Santri harus menjadi teladan moral, tetapi juga unggul dalam teknologi, ekonomi kreatif, dan kontribusi sosial. Inilah makna dari semangat ‘Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Dunia’ yang sesungguhnya,” tuturnya.
Sementara itu, Pengasuh Pondok Pesantren Al Ubaidah Kertosono, Habib Ubaidillah Al Hasany, menegaskan bahwa perjuangan santri tidak berhenti setelah kemerdekaan diraih.
“Santri memiliki peran besar dalam perjuangan kemerdekaan. Kini, tugas santri adalah melanjutkan semangat juang para pendahulu dalam konteks zaman yang berbeda,” ujarnya.
Habib Ubaidillah menjelaskan bahwa pesantren merupakan sistem pendidikan Islam tertua dan paling khas di Indonesia. Sejak abad ke-16, pesantren berperan besar membentuk karakter bangsa melalui pendidikan agama, moral, dan sosial.
“Santri memang harus fokus pada pendidikan agama, karena itu yang utama. Namun, kehidupan dunia dan akhirat harus seimbang — fiddunyaa hasanah, wafil aakhirati hasanah,” jelasnya.
Ia menilai, keseimbangan tersebut menjadi kunci agar santri mampu menjawab tantangan zaman. Dunia modern menuntut generasi muda tidak hanya memahami agama, tetapi juga menguasai keterampilan dan kecakapan hidup.
“Dengan begitu, santri akan menjadi pribadi yang utuh — cerdas, terampil, berkarakter, dan siap berkontribusi dalam pembangunan Indonesia,” lanjutnya.
Habib Ubaidillah menambahkan, pesantren masa kini telah bertransformasi menjadi lembaga pendidikan yang tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kemandirian, kedisiplinan, dan kebersamaan. “Lulusan pesantren sudah terbukti mampu berkiprah di berbagai bidang — politik, ekonomi, sosial, hingga budaya,” ujarnya.
Namun, di tengah cepatnya perubahan sosial, ia mengingatkan santri agar tetap peka terhadap berbagai tantangan bangsa seperti krisis moral, radikalisme, dan kesenjangan sosial-ekonomi.
“Santri harus mampu membuktikan bahwa mereka siap menghadapi permasalahan kehidupan di era modern,” pesannya.
Ia menutup dengan penegasan bahwa pesantren harus hadir dengan solusi nyata bagi persoalan bangsa, tanpa meninggalkan jati diri dan nilai-nilai Islam.
“Pesantren harus menjadi pusat solusi dan inspirasi, bukan hanya tempat belajar agama, tetapi juga penggerak perubahan bagi kemajuan bangsa,” pungkasnya. (cak/wid).