Surabaya — Dua mahasiswa Program Studi Ilmu Falak Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Muhamad Akmal Nurdiansyah dan Moch. Yusfanani Al Qurtubi, melakukan pendalaman dan penelitian mengenai praktik falakiyah yang dijalankan oleh Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Jawa Timur. Kegiatan ini berlangsung di Kantor DPW LDII Jawa Timur, Selasa (11/11).
Kedatangan kedua mahasiswa tersebut disambut langsung oleh Tim Falakiyah LDII Jatim. Mereka mendapat penjelasan mendalam mengenai metode hisab dan rukyat yang digunakan LDII dalam penentuan awal bulan hijriah, arah kiblat, serta waktu salat. Kegiatan mereka merupakan bagian dari tugas kuliah semester tujuh Fakultas Ilmu Falak UINSA, yang mewajibkan mahasiswa meneliti penerapan ilmu falak di berbagai organisasi kemasyarakatan Islam.
“Pada semester tujuh, kami mendapat tugas dari dosen untuk meneliti praktik falakiyah di berbagai ormas Islam. Kami ditugaskan di LDII karena LDII Jatim dikenal memiliki tim falakiyah yang aktif dan berpengalaman di lapangan. Kunjungan ini menjadi kesempatan berharga untuk belajar langsung tentang penerapan ilmu falak di masyarakat,” ujar Akmal.
Ketua Tim Falakiyah LDII Jawa Timur, Fajar Sidiq Rofikoh, menjelaskan bahwa LDII mengutamakan metode rukyat dalam penentuan awal bulan hijriah, yang didukung oleh perhitungan hisab untuk memperkuat hasil pengamatan.
“Yang utama kami gunakan adalah rukyat, yaitu melihat hilal secara langsung, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: ‘Berpuasalah karena melihat hilal, dan berbukalah karena melihat hilal.’ Namun, untuk mendukung pelaksanaan rukyat, kami juga mempelajari hisab agar dapat memperkirakan posisi hilal dan waktu terbenamnya matahari secara lebih akurat,” terang Fajar.
Sementara itu, Wakil Ketua DPW LDII Jawa Timur, Didik Eko Putro menegaskan bahwa penggunaan dua metode rukyat dan hisab merupakan bentuk keseimbangan dalam mengamalkan sunnah Rasulullah SAW.
“Rukyat dan hisab keduanya memiliki dasar syar’i. Rukyat digunakan saat hilal bisa terlihat, sedangkan hisab menjadi acuan ketika cuaca tidak memungkinkan. Jadi keduanya saling melengkapi,” jelasnya.
Ia menambahkan, LDII melaksanakan rukyatul hilal secara serentak di berbagai titik pengamatan, mulai dari wilayah timur Indonesia hingga Aceh yang sudah ditentukan Kementerian Agama. Hasil pengamatan dari seluruh daerah kemudian dikirim ke Dewan Pimpinan Pusat (DPP) LDII yang turut berpartisipasi dalam sidang isbat Kementerian Agama RI.
“Informasi dari seluruh tim falakiyah LDII di daerah disampaikan ke DPP dan dibahas bersama Kementerian Agama dalam sidang isbat. Karena itu, hasil penetapan 1 Ramadan, 1 Syawal, maupun 1 Zulhijah LDII selalu sama dengan keputusan pemerintah,” ujar Didik.
Ia menegaskan, LDII senantiasa mendukung keputusan pemerintah dalam hal penetapan kalender hijriah. “Kami tidak pernah berbeda dengan pemerintah. LDII adalah ormas Islam yang taat pada pemerintah yang sah selama berpegang pada UUD 1945 dan Pancasila. Prinsip kami, perbedaan dalam metode penentuan awal bulan bukan untuk diperdebatkan, tapi untuk saling melengkapi,” tandasnya.
Didik juga menanggapi perbedaan pandangan antarormas Islam, yang lebih mengedepankan hisab dan ada juga yang mengedepankan rukyat. Menurutnya, setiap metode memiliki dasar yang kuat dan tidak perlu dipertentangkan.
“Bagi kami, perbedaan ini adalah rahmat dari Allah SWT. Zaman Nabi pun pernah terjadi karena perbedaan wilayah dalam penentuan awal bulan. Jadi, selama dilakukan dengan ilmu dan keyakinan yang benar, semuanya sah dan harus saling menghormati,” pungkasnya. (sof/wid)














Ldii untuk bangsa terus berbagi ilmu2 kebaikan.
Cari ilmu setelah dapat berbagi ilmu