Menyadari pentingnya kesiapan mental dan spiritual dalam membentuk rumah tangga yang harmonis, Pemuda LDII Kota Kediri menyelenggarakan seminar kepemudaan bertajuk “How to Speak with Love, Listen with Heart” pada Sabtu (6/9). Bertempat di Aula Pondok Pesantren Nurul Huda Al Manshurin, kegiatan ini berhasil menghimpun 350 peserta dari kalangan pemuda-pemudi LDII yang memasuki usia mandiri.
Seminar tersebut menjadi ajang edukatif sekaligus reflektif, mengupas berbagai persoalan yang kerap membayangi generasi muda menjelang pernikahan. Di tengah derasnya arus informasi dan meningkatnya standar kehidupan dari media sosial, LDII mengajak pemuda untuk kembali pada nilai-nilai dasar dalam membangun rumah tangga, yakni cinta, tanggung jawab, komunikasi yang sehat, serta kesiapan mental dan finansial.
Acara ini menghadirkan dua narasumber utama dari Biro Pengabdian Masyarakat DPW LDII Jawa Timur, yakni dr. Rio Azadi dan Komsa Mutiara Murni Sofia Sahid. Pasangan suami-istri yang dikenal aktif sebagai edukator pernikahan dan konselor keluarga ini memberikan pendekatan, baik dari sisi medis maupun psikologis, dalam membekali peserta menghadapi dunia pernikahan.
Dalam pemaparannya, Rio menyoroti kecemasan yang banyak dialami generasi muda saat memasuki usia siap nikah. Menurutnya, keinginan untuk mendapatkan pasangan yang sempurna seringkali justru menjadi penghambat.
“Banyak orang menunda pernikahan karena merasa belum menemukan pasangan yang sesuai ekspektasi. Padahal, jika dikelola dengan ilmu dan kesiapan mental yang baik, kecemasan ini bisa diminimalkan,” ungkapnya.
Untuk itu, ia menawarkan empat langkah praktis bagi pemuda yang sedang merencanakan pernikahan. Keempatnya mencakup bertaubat atas kesalahan masa lalu, mempelajari ilmu pernikahan, menetapkan target waktu dalam memilih pasangan, serta menyiapkan mental dan finansial secara matang.
“Persiapan bukan hanya soal biaya resepsi, tapi juga kesiapan menjadi suami atau istri yang mampu bertanggung jawab,” tambahnya.
Seminar dikemas dalam tiga sesi interaktif. Sesi pertama dibuka dengan permainan “lipat jari”, sebuah metode ringan namun efektif untuk mengenali jenis-jenis kecemasan yang dialami menjelang pernikahan, dari soal jodoh, ekonomi, hingga keraguan dalam menjalani peran sebagai pasangan hidup.
Sesi kedua membahas berbagai mitos dan fakta seputar kehidupan rumah tangga. Rio mengajak peserta berdiskusi mengenai persepsi umum, seperti apakah suami harus menanggung semua kebutuhan materi, atau apakah mendidik anak hanya tugas istri. Ia menekankan bahwa pembagian peran dalam rumah tangga bersifat dinamis. “Nabi Muhammad SAW memberi teladan dengan membantu pekerjaan rumah. Ini menunjukkan bahwa berbagi tugas domestik bukan berarti mengurangi wibawa seorang laki-laki sebagai pemimpin,” tuturnya.

Sovia Sahid, melengkapi sesi dengan sudut pandang psikologis. Ia mengulas bagaimana media sosial mempengaruhi cara pandang pemuda terhadap pernikahan. Standar kebahagiaan yang ditampilkan secara visual, menurutnya, kerap memunculkan ekspektasi yang tidak realistis dan memicu stres dalam kehidupan nyata.
“Menikah itu sebenarnya sederhana. Yang membuat rumit adalah keinginan dan pikiran sendiri, apalagi jika kita terus-menerus membandingkan kehidupan kita dengan konten ideal di media sosial,” ujar Sovia.
Ia mengingatkan bahwa pernikahan bukan ajang pencapaian estetik seperti di dunia maya, melainkan proses membangun kehidupan bersama dengan nilai kejujuran, kerja sama, dan keberkahan. “Silakan menikmati konten, tapi jangan jadikan itu standar wajib rumah tangga,” imbuhnya.
Selain itu, Sovia menekankan pentingnya mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagai solusi utama mengatasi kecemasan. “Gunakan jalur langit: baca Al-Qur’an, sholat, doa, dan dzikir. Ketika hati tenang, semua tantangan terasa lebih ringan,” pesannya.
Menutup sesi seminar, Sovia mengajak peserta untuk menyusun action plan pribadi. Mereka diajak menulis harapan terhadap pasangan yang diidamkan serta merancang langkah-langkah konkret dalam mempersiapkan diri menuju pernikahan—baik dari sisi ibadah, keilmuan, maupun finansial.
Antusiasme peserta pun terlihat sepanjang acara. Banyak dari mereka secara terbuka membagikan kecemasan dan keraguan yang selama ini dirasakan. Hal ini diapresiasi langsung oleh Rio. “Muda-mudi LDII Kota Kediri sangat jujur dan antusias. Ini pertanda bahwa mereka serius, bukan hanya dalam mencari jodoh, tapi juga memantaskan diri,” ujarnya.
Seminar ini menjadi salah satu langkah nyata LDII Kota Kediri dalam membekali generasi muda agar siap membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah. Melalui pendekatan ilmiah dan spiritual, kegiatan ini diharapkan mampu melahirkan generasi yang tangguh secara mental, bijak dalam komunikasi, serta kokoh dalam nilai-nilai Islam.