Semarang — Di tengah dinamika kehidupan berbangsa yang kian majemuk, DPW Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Jawa Tengah menggelar Silaturahim Kebangsaan Jilid V sebagai ruang pertemuan nilai, gagasan, dan kepedulian sosial. Acara yang berlangsung pada Sabtu (27/7) di Kota Semarang ini menjadi momentum penting dalam memperkuat solidaritas antar elemen bangsa demi terwujudnya Indonesia yang inklusif, toleran, dan berkeadilan.
Gubernur Jawa Tengah, Komjen Pol (Purn) Ahmad Luthfi, dalam sambutannya menekankan pentingnya revitalisasi nilai-nilai budaya lokal sebagai landasan membangun masyarakat yang toleran. Ia mengangkat filosofi Jawa ngopeni lan nglakoni—yang bermakna memelihara dan menjalankan tanggung jawab sosial—sebagai fondasi penting kehidupan berbangsa.
“Kebangsaan tidak cukup dibangun hanya lewat instrumen negara. Ia tumbuh lewat laku sosial yang memperkuat solidaritas dan toleransi,” tegas Luthfi.
Senada dengan itu, Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Ribut Hari Wibowo menyampaikan bahwa silaturahim harus dimaknai sebagai modal sosial yang strategis, khususnya dalam menciptakan keamanan yang berakar pada partisipasi masyarakat.
“Konsep community policing membutuhkan hubungan sejajar antara aparat dan warga. Ini menciptakan rasa aman yang berbasis kepercayaan dan keterlibatan aktif masyarakat,” ujarnya.
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Hendro Dewanto, menyoroti aspek hukum sebagai pilar integrasi nasional. Ia menekankan pentingnya supremasi hukum yang adil, independen, dan bebas dari intervensi politik.
“Hukum yang adil adalah syarat mutlak agar pluralitas dalam masyarakat demokratis bisa bertahan dan berkembang,” ungkapnya.
Sementara itu, anggota DPR RI Firmando Hadityo Ganinduto menyoroti pentingnya membangun koneksi sosial-emosional antara negara dan rakyat sebagai fondasi kepercayaan politik yang sehat.
“Merawat tali silaturahim bukan sekadar tradisi budaya, melainkan kekuatan vertikal yang memperkuat demokrasi deliberatif dan kepercayaan publik terhadap negara,” tutur Firmando.
Dalam sesi yang sama, Ketua Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Jawa Tengah sekaligus pengurus MUI Jawa Tengah, Iskandar Chang I Po, menyoroti peran strategis lembaga keulamaan dalam merawat kohesi sosial. Ia mengingatkan bahwa di tengah arus globalisasi nilai dan meningkatnya tantangan politik identitas, ulama perlu tampil sebagai otoritas moral yang menyejukkan.
“Ulama perlu mengedepankan pendekatan yang moderat dan inklusif agar masyarakat tidak terjebak dalam fragmentasi sosial maupun politisasi agama yang destruktif,” jelasnya.