Jakarta — Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar Panitia Kerja (Panja) Haji Komisi VIII DPR RI di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (20/8/2025). Rapat tersebut membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Ketua Panja Haji sekaligus Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Singgih Januratmoko, menegaskan isu pelayanan menjadi sorotan utama dalam pembahasan. “Mulai tahun 2026, pelayanan haji akan dipegang langsung oleh Badan Penyelenggara Haji. Dengan adanya konsep Kampung Haji, kita ingin melakukan perbaikan menyeluruh,” ujarnya.
Dalam forum tersebut, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) menyampaikan 10 rekomendasi perbaikan. Sekretaris Umum DPP LDII, Dody Taufiq Wijaya, menyoroti panjangnya masa tunggu haji yang di beberapa daerah mencapai lebih dari 30 tahun. Ia mengusulkan adanya tambahan kuota, skema haji khusus, hingga kerja sama bilateral dengan Kerajaan Arab Saudi atau negara lain untuk memangkas antrean.
“Regulasi alokasi kuota haji reguler dan khusus harus diperjelas agar tidak ada lagi praktik jual-beli kuota maupun penyalahgunaan visa non-haji,” tegasnya.
Selain itu, LDII menekankan perlunya transparansi dalam pengelolaan dana haji. Laporan berkala yang rinci mengenai investasi, biaya operasional, dan alokasi manfaat dinilai penting untuk memperkuat kepercayaan publik.
Adapun sepuluh usulan LDII yang diajukan meliputi (1) Pemangkasan masa tunggu haji dengan skema tambahan kuota dan kerja sama bilateral; (2) Transparansi pengelolaan keuangan haji melalui laporan berkala; (3) Prioritas keberangkatan bagi lansia, disabilitas, dan jamaah yang lama menunggu; (4) Digitalisasi layanan haji dan umrah dengan aplikasi terintegrasi; (5) Pengawasan ketat serta sanksi tegas terhadap PIHK dan PPIU yang melanggar aturan; (6) Penguatan kelembagaan penyelenggara haji, bahkan setingkat kementerian; (7) Penetapan standar minimum pelayanan akomodasi, transportasi, konsumsi, kesehatan, dan bimbingan ibadah; (8) Penyediaan jalur hukum cepat bagi jamaah yang dirugikan; (9) Integrasi dengan asuransi berbasis syariah untuk perlindungan jamaah dan (10) Penguatan pendidikan manasik dengan kurikulum nasional serta pemanfaatan teknologi digital dan virtual reality (VR).
“Kesepuluh poin ini kami ajukan demi penyelenggaraan haji dan umrah yang lebih adil, profesional, dan transparan, serta benar-benar berpihak pada jamaah,” pungkas Dody.